DPR Dinilai Kebablasan

Rapat Kerja dengan Kejaksaan Agung Bertele-tele

Tajuk Rencana Kompas, Kamis, 14 September 2006
Jakarta, Kompas – Rapat kerja Komisi III DPR dan Kejaksaan Agung yang dibuka Senin (11/9) pukul 9.45, memasuki hari ketiga Rabu (13/9) malam. Rapat yang berlangsung bertele-tele itu mengesankan banyaknya kepentingan yang bermain dalam rapat kerja tersebut sehingga substansi persoalan tidak diperoleh.

Advokat senior Adnan Buyung Nasution kepada pers di Jakarta, Rabu (13/9) menilai rapat kerja yang menginjak hari ketiga itu sudah berlebihan. “Kalau saya Jaksa Agung, saya akan menolak cara-cara rapat seperti ini. Tugas Jaksa Agung bukan hanya melayani DPR dengan cara seperti ini. Tugas Jaksa Agung untuk kepentingan publik!” kata Buyung yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan LBH Indonesia.

Anggota Komisi III DPR Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur I) yang meninggalkan ruang Komisi III DPR sebelum rapat ditutup Rabu malam setuju dengan pernyataan Buyung. “Ya betul memang jadi kontraproduktif.” Namun, Benny tak sependapat dengan usulan agar Jaksa Agung tak usah datang ke DPR. “Solusinya bukan seperti itu karena bisa menciptakan konflik lembaga,” katanya.

Pada hari pertama, Senin, rapat yang dibuka Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan (F-PDIP, Sumatera Utara II) -setelah dinyatakan kuorum karena dihadiri 25 dari 46 anggota Komisi III- berlangsung hingga pukul 23.30. Rapat diskors beberapa kali untuk memutuskan sikap Komisi III atas perlu tidaknya kehadiran Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Rusdi Taher, istirahat makan siang, dan jeda sore hari. Jika dihitung, sepanjang Senin, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh berhadapan dengan Komisi III dalam rapat kerja selama tujuh jam.

Rapat yang diskors pada Senin menjelang tengah malam itu menyisakan jawaban untuk pertanyaan Jansen Hutasoit (F-PDS, Sumatera Utara III) dan kesempatan bertanya bagi empat orang anggota Komisi III. Kenyataannya, rapat kerja yang dilanjutkan Selasa (12/9) pukul 20.00 itu masih juga belum menghasilkan kesimpulan. Hingga pukul 23.30, masih ada anggota Komisi III yang belum memperoleh giliran bertanya, sehingga rapat harus diskors dan dilanjutkan lagi Rabu (13/9) pukul 20.00 yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin. Secara keseluruhan, selama Senin-Selasa, rapat kerja sudah berlangsung selama 10,5 jam.

Buyung menangkap kesan ada anggota DPR menyalahgunakan kewenangannya untuk menanyakan berbagai hal yang menjadi kepentingannya sendiri, dengan mengatasnamakan kepentingan publik. “Mereka membuat Jaksa Agung terkungkung selama beberapa hari untuk melaksanakan rapat maraton dengan DPR, sehingga tidak bisa bekerja,” tukas Buyung.

Buyung khawatir, apabila cara Komisi III ini dibiarkan, dapat menjadi penyalahgunaan parlemen, yang akan merusak citra DPR sendiri. “Saya teringat peristiwa tahun 1950-an. Parlemen pada masa itu melakukan intervensi masalah internal Angkatan Darat. Akibatnya, DPR diserbu rakyat dan dihujat sebagai politikus tak bermutu. Saya tidak ingin peristiwa itu terjadi lagi,” tambah Buyung.

Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana mengemukakan hal senada. Ia melihat pertarungan kepentingan dalam raker Komisi III dengan Jaksa Agung menjadi sebuah perdebatan tidak menyentuh hal substansial.

Pertarungan kepentingan itu bisa dirinci menjadi kepentingan individu yang dibungkus sebagai kepentingan publik, kepentingan partai yang diwujudkan dalam gugatan anggota Komisi III terhadap pengadilan terhadap sejumlah anggota DPRD. “DPR kini menjadi lembaga terdepan yang menolak pengadilan terhadap sejumlah anggota DPRD,” kata Denny.

Sejauh yang ditangkap dari pemberitaan pers, raker belum mampu mengungkap: kekuatan apa di balik berubah-ubahnya rencana tuntutan dalam kasus narkotika. “Kekuatan apa sebenarnya yang membuat rencana tuntutan naik turun. Itu tak terjawab tapi beralih ke prosedural dan isu intervensi,” ujarnya.

Menurut Denny, Rusdi Taher yang pernah menjadi anggota Komisi III DPR pada era Orde Baru dari Fraksi Golkar cukup cerdas memunculkan isu intervensi dan memancing ketertarikan sebagian anggota DPR untuk ikut menjadikan isu intervensi sebagai “amunisi” berhadapan dengan Jaksa Agung. “Rusdi terkesan mencari dukungan politik dari DPR,” ujarnya.

Denny memahami argumentasi Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah intervensi karena kejaksaan satu dan satu kesatuan. “Secara legal benar, tapi politik penuntutan itu juga rawan disalahgunakan,” katanya.

Sebenarnya, sebelum rapat kerja dilakukan, Komisi III sudah memberikan daftar pertanyaan kepada Kejaksaan Agung. Menjelang rapat, Kejagung juga sudah membagikan jawaban atas pertanyaan tertulis itu. Tercatat tiga pertanyaan umum, tiga pertanyaan tentang internal Kejagung, tujuh pertanyaan berkaitan dengan masalah-masalah aktual.

Namun, tertulis juga hal lain-lain, yakni pertanyaan tentang masalah aktual terkait kewenangan dan tugas Kejagung yang akan berkembang dalam rapat kerja Komisi III dan Kejagung. Hal lain-lain ini lah yang lebih banyak dilontarkan di dalam rapat kerja. Pertanyaan juga dilontarkan panjang lebar, meski hanya sebagian yang menyentuh substansi persoalan. Misalnya, Jansen Hutasoit yang bertanya selama 25 menit atau Maiyasyak Johan (F-PPP, Sumatera Utara III) yang bertanya selama 20 menit.

Bahkan, persoalan yang berkaitan dengan korupsi di daerah, yang sudah memperoleh kesempatan untuk dibahas di dalam rapat panitia kerja persoalan penegakan hukum di daerah, juga ditanyakan di dalam rapat kerja. Seperti Ahmad Kurdi Moekri (F-PPP, Jawa Barat II) dan Eka Santosa (F-PDIP, Jawa Barat IX) yang bertanya perihal penanganan kasus korupsi dana bantuan perumahan anggota DPRD Jawa Barat.

0 Tanggapan to “DPR Dinilai Kebablasan”



  1. Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar




Blog Stats

  • 849.170 hits
September 2006
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930  

Ranks….

AeroCloud Topsites List

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

Blogarama - The Blog Directory

RSS TEMPO Interaktif

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS KOMPAS

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS VOA Politik

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.