Pesta olahraga akbar empat tahunan antarbangsa-bangsa Asia, Asian Games XV, resmi berakhir Jumat (15/12). Indonesia, yang menjadi satu dari 45 negara peserta, akhirnya membawa pulang dua emas, tiga perak dan 15 perunggu dalam multievent yang dijuarai kontingen China tersebut.
Dua keping emas diperoleh melalui Ryan Lalisang dari cabang boling dan Taufik Hidayat dari arena bulutangkis. Kita sadar dan yakin para atlet Indonesia yang berlaga di Doha, Qatar, sudah mengerahkan segenap kemampuan terbaik mereka untuk mempersembahkan emas bagi Indonesia. Jika hasil di lapangan ternyata berbeda dengan harapan, tentu saja patut dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem pembinaan olahraga Indonesia.
Betapa tidak, selain terpuruk di posisi 22, Indonesia juga gagal mewujudkan target yang dipatok sendiri, yakni meraih empat emas, tujuh perak dan 12 perunggu. Menyedihkan lagi, dibandingkan negara-negara peserta Asian Games dari Asia Tenggara, Indonesia jika ditotal hanya berada di urutan keenam, di bawah Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Vietnam. Kita sependapat dengan Menpora Adhyaksa Dault yang secara jantan mengakui gagal pada Asian Games kali ini.
Hendaknya memang sesegera mungkin dilakukan evaluasi total terkait kegagalan kontingen Indonesia kali ini. Terlebih, pada 2007 nanti, kita kembali akan berlaga di pentas SEA Games Thailand, di mana Indonesia diharapkan bisa menaikkan peringkat ke posisi atas.
Kegagalan di Qatar ini harus bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita tentang bagaimana cara mengelola dan membina olahraga sehingga menghasilkan prestasi yang tinggi di pentas internasional. Saat ini, pembinaan olahraga kita dianggap tidak fokus terhadap cabang-cabang yang berpotensi menghasilkan banyak medali. Berbeda dengan negara-negara tetangga yang mulai fokus menggarap cabang-cabang andalan, seperti Malaysia yang terkonsentrasi di cabang boling serta karate. Dari dua cabang ini, Malaysia banyak menangguk emas di Asian Games. Singapura yang berpenduduk tidak lebih dari empat juta jiwa, fokus pada cabang layar dan menggondol lima emas.
Cabang-cabang terukur yang menyediakan banyak medali, seperti atletik dan renang semestinya juga mulai digarap serius oleh induk olahraga terkait karena untuk cabang tidak terukur, Indonesia masih mengeluhkan adanya kecurangan dalam sistem penjurian dan sebagainya. Terkait dengan fokus pembinaan ini, maka pembagian dana dari KONI Pusat tidak lagi hanya mengandalkan asas sama rasa sama rata. Cabang yang berpotensi mendulang banyak medali tentunya harus mendapat porsi pendanaan yang lebih banyak.
Selain itu, sistem kompetisi secara teratur dan uji tanding di level internasional perlu ditambah frekuensinya sehingga mematangkan jam terbang serta mental atlet-atlet kita. Kegagalan di Asian Games XV memang menyesakkan, namun akan lebih menyesakkan jika kita tidak mau mengambil pelajaran berharga dari kegagalan tersebut. –
Sumber : http://solopos.co.id/index2.asp?kodehalaman=h26#
Komentar Terbaru