Harga Sebuah Stabilitas

Faisal Basri menjelaskan secara tepat mengenai kondisi ekonomi kita dalam kolomnya di Kompas, kemarin. Pertanyaannya, berapa biaya untuk stabilitas itu?

Kita harus mengatakan, stabilitas makro-ekonomi yang kita nikmati sekarang ini sangat mahal harganya. Indikatornya bisa dilihat dari lelang Sertifikat Bank Indonesia pekan lalu. Dana yang masuk ke kas BI mencapai Rp 200 triliun. Dengan tingkat suku bunga SBI sebesar 10,25 persen, berarti biaya bunga yang harus dikeluarkan BI sekitar Rp 20 triliun setahun.

Bayangkan kalau biaya bunga itu dipakai untuk membangun proyek infrastruktur. Setidaknya ada empat atau lima proyek yang bisa dilaksanakan. Jika dihitung dengan jumlah tenaga kerja yang bisa diserap dan juga kegiatan ekonomi yang bisa diputar, nilai ekonomi yang dihasilkan akan jauh lebih besar lagi dari itu.

Mengapa semua ini tidak terjadi? Inilah yang selalu dikatakan oleh para ahli ekonomi sebagai adanya keterpisahan antara sektor moneter dan sektor riil. Usaha keras BI untuk menurunkan tingkat suku bunga tidak berdampak bagi mengucurnya kredit ke sektor riil dan berputarnya kegiatan ekonomi.

Kalaupun sekarang ini dirasakan adanya pengucuran yang lebih deras dalam penyaluran kredit, itu hanya terjadi dalam sektor konsumsi. Industri manufaktur dalam negeri tidak memetik manfaat yang terlalu besar karena barang konsumsi itu pun berasal dari impor.

Bagaimana lalu memperbaiki keadaan ini? Tidak bisa tidak, kita harus mau berkeringat. Kita harus lebih kreatif, inovatif, dan terlebih lagi mau bekerja keras.

Industri perbankan, misalnya, harus berani memberikan kredit kepada bergulirnya sektor riil. Pasti ada risiko yang harus dihadapi, tetapi itu pasti akan bisa lebih memberi manfaat bagi perbaikan perekonomian nasional, bukan kemajuan semu seperti sekarang.

Untuk membuat perbankan berani mau lebih mengucurkan kredit, maka seperti untuk bank-bank pemerintah, harus ada dukungan dari Menteri Negara BUMN sebagai pemilik bank. Ukuran keberhasilan direksi perbankan, misalnya, jangan hanya diukur dari besarnya dividen yang disetorkan kepada negara. Sebab, kalau hanya itu indikatornya, sekarang ini banyak direksi yang terlihat baik kinerjanya, padahal keuntungan itu hanya diperoleh dari beda antara selisih bunga deposito, giro, dan tabungan dengan bunga SBI.

Penurunan tingkat suku bunga yang dilakukan BI tidak memengaruhi potensi keuntungan bank-bank karena mereka segera menurunkan juga tingkat suku bunga deposito, tabungan, dan juga giro. Tetap ada selisih yang jika dibukukan oleh perbankan menunjukkan tingkat keuntungan, tetapi pada kenyataannya tidak ada fungsi intermediasi yang dilakukan sektor perbankan.

Kita tidak bisa berpura-pura dengan kondisi seperti ini. Harus ada terobosan untuk membuat perekonomian bisa berputar lebih cepat. Bukankah pemerintah sendiri yang berkeinginan menggerakkan perekonomian yang lebih pro-orang miskin, propembukaan lapangan pekerjaan, dan propertumbuhan? Jangan sia-siakan biaya mahal yang sudah kita keluarkan!

Kompas, Selasa, 14 November 2006

0 Tanggapan to “Harga Sebuah Stabilitas”



  1. Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar




Blog Stats

  • 849.175 hits
November 2006
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930  

Ranks….

AeroCloud Topsites List

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

Blogarama - The Blog Directory

RSS TEMPO Interaktif

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS KOMPAS

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS VOA Politik

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.