Kontroversi Parsel

Setiap menjelang hari raya Idul Fitri, selalu muncul kontroversi di sekitar parsel. Yakni, bolehkah para pejabat negara/pemerintah, terutama aparat hukum dan keamanan, menerima parsel.

Parsel ini biasanya berupa bingkisan yang dibungkus dengan sangat indah. Isinya bisa macam-macam. Dari makanan kaleng, pakaian, perabot rumah tangga, kristal, voucher belanja di mal-mal tertentu, hingga kunci mobil. Tidak lupa disertakan pula kartu nama si pengirim selain ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri.

Sejak beberapa tahun terakhir ini, parsel bahkan sudah berkembang menjadi bisnis yang melibatkan uang miliaran rupiah. Tak aneh bila banyak pengusaha tergiur dalam bisnis penyediaan parsel yang harga per paketnya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah ini, berikut jasa pengantarannya.

Menjadi pertanyaan, apakah mereka, para pejabat publik itu, akan tetap mendapatkan pengiriman parsel, seandainya tidak menjabat sebagai presiden, menteri, anggota DPR, DPRD, gubernur, bupati/wali kota, camat, kepada desa dan sebagainya? Apakah mereka akan tetap menerima parsel seandainya bukan berprofesi sebagai jaksa, hakim, polisi, pengacara, dan seterusnya? Apakah mereka akan tetap mendapatkan parsel seandainya sudah pensiun dari jabatan-jabatan tersebut? Tampaknya tidak, atau minimal tidak sebanyak ketika mereka masih menjadi pejabat. Sebab, semakin jabatan seseorang tinggi, strategis, terutama yang menyangkut masalah hukum dan peluang kontrak bisnis, maka bisa dipastikan jumlah parsel yang diterimanya juga semakin banyak dan bergengsi.

Karena itu bisa dipastikan bahwa orang-orang yang mengirimkan parsel ke para pejabat tadi tentu ada maunya, ada kepentingan di baliknya. Kepentingan itu tidak sekadar mempererat silaturahmi. Di balik pengiriman parsel tersebut ada harapan yang lebih besar. Harapan itu bisa menyangkut kepentingan hukum, bisnis, politik, lobi, dan sebagainya. Dengan demikian, pemberian parsel tersebut bisa dikategorikan sebagai hal yang mengarah kepada suap. Sehingga, kalau kita ingin benar-benar memberantas korupsi di negeri ini, kita harus mengawali dari hal-hal kecil seperti pelarangan terhadap pemberian parsel kepada pejabat negara/pemerintahan.

Karena itu kita sangat mendukung sikap dan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengimbau kepada semua pihak agar tidak memberi parsel kepada para penyelenggara negara, pejabat pemerintah, serta aparat hukum dan keamanan. Bukan hanya imbauan. Kalau perlu bahkan harus berupa larangan, yang disertai sanksi tegas baik kepada yang memberi dan apalagi yang menerima.

Ini sesuai dengan pasal 12B UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang diubah menjadi UU No 20/2001. Dalam pasal itu dinyatakan, setiap pemberian kepada penyelenggara negara karena jabatannya yang berlawanan dengan tugasnya, sudah dikategorikan suap atau gratifikasi.

Bagaimana bila parsel itu tidak dimaksudkan sebagai suap, tapi sebagai tanda terima kasih? Misalnya parsel yang diberikan kepada guru atau pejabat-pejabat yang kecil peluangnya untuk berbuat korupsi? Atau, bagaimana bila parsel itu dalam bentuk buku-buku pelajaran agama?

Tentu boleh-boleh saja. Namun, yang harus diingat antara suap dan terima kasih jaraknya sangat tipis, sangat tidak terlihat. Karena itu alangkah baiknya bila parsel untuk para guru dan profesi semacamnya diberikan setelah murid-murid menerima rapor. Sedangkan bingkisan parsel yang berupa buku-buku pelajaran agama tentu sangat terpuji, apalagi bila buku-buku itu berisi hal-ihwal pemberantasan korupsi, seperti yang banyak diterbitkan oleh KPK.

Republika, Senin, 09 Oktober 2006

1 Tanggapan to “Kontroversi Parsel”


  1. 1 mutiara November 23, 2006 pukul 5:52 pm

    gak semua nya tuch,,, yg namanya ksh persel di bilang.. korupsi,, bilang aja yg sirik jg mau di kirimin parsel jg, klo d ksh jg mau kan….


Tinggalkan komentar




Blog Stats

  • 849.170 hits
Oktober 2006
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

Ranks….

AeroCloud Topsites List

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

Blogarama - The Blog Directory

RSS TEMPO Interaktif

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS KOMPAS

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS VOA Politik

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.