Tajuk Suara Pembaruan, 18 September 2006
Gerakan Non Blok (GNB) yang dibentuk secara resmi pada September 1961 di Beograde, Yugoslavia, oleh 25 negara, bertujuan mendorong tercapainya perdamaian dan keamanan dunia, membantu kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah, menentang kolonialisme dan imperialisme dalam segala bentuknya.
Gerakan ini kemudian mencetuskan prinsip politik bersama yakni politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita-cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Prinsip politik GNB sesungguhnya bertujuan agar negara- negara berkembang terlepas dari kungkungan kekuatan dua blok utama saat itu yakni Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet.
Pada konferensi di Kairo, Mesir, tahun 1964 yang dihadiri 47 negara anggota, GNB sepakat mengecam kolonialisme oleh Barat. Namun dalam perjalanannya, GNB menyaksikan dan tanpa dapat mengakhiri berbagai konflik yang justru berkecamuk di sejumlah negara anggotanya sendiri, termasuk serangan AS ke Irak pada 2003, beberapa saat setelah KTT GNB di Malaysia.
Tahun ini merupakan pertemuan KTT GNB ke-14 di Havana, Kuba, dihadiri 118 negara anggota. KTT menghasilkan 92 halaman resolusi yang intinya membahas masa depan GNB. Sejumlah isu hangat yang menyangkut beberapa anggotanya, seperti krisis nuklir Iran, Israel – Lebanon, persoalan ekonomi, perjuangan melawan rasisme dan diskriminasi, diangkat menjadi agenda KTT.
KTT sepakat mengecam berbagai bentuk terorisme. GNB juga sepakat bahwa demokrasi adalah nilai universal yang harus dihormati, tapi dengan syarat tidak ada satu negara atau kawasan pun yang bisa memaksakan nilai tersebut. Satu hal penting dalam KTT adalah seruan segera mereformasi Dewan Keamanan (DK) PBB. Negara-negara anggota, terutama Kuba, Venezuela dan Iran, mengecam AS atas pengaruhnya terhadap PBB dan atas kebijakan luar negerinya.
Sekjen PBB, Kofi Annan sepakat perlunya mereformasi DK PBB. Annan mengatakan, DK PBB harus responsif terhadap negara-negara yang lebih lemah. Pernyataan Annan mengacu pada kekuasaan tak terbatas lima negara anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto yang menyebabkan erosi kewibawaan dan legitimasi PBB.
Annan juga menyinggung perubahan positif di negara-negara berkembang, di mana semakin besarnya pengaruh GNB berarti para pemimpin gerakan itu harus mau memikul tanggung jawab yang lebih besar secara internasional dan melindungi warga mereka di negara masing-masing. Karena sebagian besar negara anggota GNB adalah negara berkembang yang tingkat ekonominya masih rendah, maka tanggung jawab yang dimaksudkan Annan tidak lain bagaimana mengurangi tingkat kemiskinan, mengakhiri konflik dan kekerasan di dalam negeri anggota GNB.
Dalam kaitan ini, benarlah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam KTT GNB bahwa tidak ada perdamaian dan keamanan yang bisa terjamin dalam jangka panjang, jika 80 persen manusia di bumi dikuasai oleh dua persen pemegang kekayaan. Dengan pernyataan ini, Presiden mengangkat realitas kemiskinan dunia dewasa ini akibat dikuasainya perekonomian dunia oleh korporat raksasa dunia. Dalam konteks itu, pertanyaan tentang relevansi GNB sangat mendesak untuk dijawab. Kembali ke semangat awal pembentukan GNB, khususnya ke prinsip politiknya, maka bisa dipastikan GNB tidak relevan lagi untuk saat ini. Di abad ke-21, GNB sudah kehilangan momentumnya di bidang politik, karena sejak runtuhnya Soviet sudah pasti tidak ada lagi blok Barat dan Timur.
Arah perjuangan GNB harus diubah dari prinsip politik menjadi sebuah kekuatan melawan dominasi ekonomi negara-negara maju. GNB perlu memfokuskan diri pada program kerja sama ekonomi mengingat salah satu ciri dari negara anggota GNB adalah bergantung pada negara maju. Ini yang perlu diubah. GNB tidak akan bisa berunjuk gigi di tingkat internasional, jika perekonomian negara-negara anggotanya morat-marit.
Jualan isu politik sebagai agenda tunggal GNB bukan saatnya lagi. GNB sulit menjadi penyeimbang dominasi negara maju, jika perekonomian sebagian besar negara-negara anggotanya morat-marit.[]
Komentar Terbaru