Tajuk Rencana Suara Merdeka Selasa, 19 September 2006
– Pemerintah melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Taufiq Effendi, menolak mengangkat paling tidak 261.000 guru honorer, guru tidak tetap, dan guru bantu menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Padahal pernah direncanakan pengangkatan itu direalisasi secara bertahap hingga Oktober 2007 mendatang. Menurut Meneg PAN, mereka tidak bisa diangkat karena data tidak akurat. Bahkan sekitar 50% di antaranya jauh dari akurat. Di samping itu, ada 100.000 nama yang diajukan terdapat kesalahan. Karena itu, daftar akan segera dikembalikan ke daerah untuk diteliti ulang dan dikirim lagi ke pusat setelah melalui pembaharuan data.
– Pernyataan Meneg PAN itu tentu saja mengagetkan, karena sebenarnya para guru sudah lama menunggu untuk bisa masuk bursa pengangkatan sebagai CPNS. Mereka menunggu bukan satu-dua bulan, melainkan ada yang sudah bertahun-tahun. Setelah sekian lama menunggu, ternyata belum juga direalisasi. Mereka tidak tahu pasti kapan harus lebih lama menunggu lagi. Jika pernyataan Meneg PAN benar bahwa telah terjadi menipulasi data menyangkut masa kerja atau lama pengabdian, sungguh amat disesalkan. Meskipun kita yakin, ketidakakuratan itu lebih disebabkan bukan oleh faktor-faktor kesengajaan yang direncanakan.
– Di negeri ini, sebagian dari perilaku masyarakat cenderung mengabaikan hal-hal tertentu secara akurat, kurang bisa bekerja dengan sempurna, cenderung mengabaikan hal-hal sepele, sering memunculkan perilaku sak kepenakke dhewe, sak karepe dhewe, yang akhirnya mencelakakan diri sendiri. Mengerjakan sesuatu dengan anggapan orang lain pasti bisa menerima, mencuri kesempatan di tengah kesempitan dengan berharap orang lain tidak tahu adalah sika-sikap dari sebagian masyarakat kita. Dengan mengabaikan hal-hal sepele misalnya menyangkut akurasi hari, tanggal, bulan, dan tahun kapan memulai mengabdi saja, bisa mengakibatkan hal-hal yang merugikan pihak lain.
– Perilaku berupa pengabaian-pengabaian terhadap hal-hal kecil akan menjadi pangkal munculnya masalah di kemudian hari. Pernyataan Meneg PAN menyangkut kesalahan data lama mengabdi, tentu saja diartikan para guru telah memperpanjang waktu dari yang semestinya terjadi. Misalnya baru mengabdi dua-tiga tahun, dituliskan sampai 10 tahun. Mungkin dengan harapan lamanya waktu mengabdi ini, akan menjadi titik tumpu pengangkatan. Tanpa bermaksud menuduh, model seperti ini sangat mungkin terjadi sebagai bentuk-bentuk dari sikap jalan pintas. Namun yang terjadi juga bisa sebaliknya, artinya ketidakakuratan itu karena semata-mata kesalahan yang tidak disengaja.
– Masalah seperti itu bukan kali pertama terjadi. Kenapa? Sebab di negeri ini, betapa susahnya mendapatkan data dan informasi dengan akurasi tinggi. Sebagai contoh paling aktual adalah berapa sebenarnya jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan. Untuk satu angka ini saja, sudah membuat banyak orang ribut. Sementara, angka-angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pun masih diragukan akurasinya oleh para ahli. Dengan demikian, betapa susahnya mendapatkan data dan informasi dengan nilai akurasi yang tinggi, termasuk dari badan, lembaga, orang ataupun pemimpin yang tentunya telah memiliki kewenangan cukup.
– Kembali pada masalah penolakan pengangkatan itu, semua akan berpulang seberapa serius daerah mengurus tentang hal itu. Para guru sebaiknya membetulkan kembali data yang sesuai dengan keadaan senyatanya. Gubernur dan aparatur yang mengurus soal itu pun perlu lebih tanggap, karena menyangkut banyak orang menunggu nasib. Di sisi lain, kita harus mendukung langkah tegas yang diambil Meneg PAN, menyangkut penolakan pengangkatan tersebut dengan maksud untuk memperbaiki keadaan dan membersihkan birokrasi dari perilaku yang buruk. Tata kelola birokrasi yang bersih bukan hanya ditentukan oleh figur pemimpinnya, melainkan juga oleh sistem dan prosedur yang berstandar tinggi.
Komentar Terbaru