Arsip untuk September 25th, 2006

PBB Jangan Diam Merespons Aspirasi Anti-Amerika

Suara Merdeka, Senin, 25 September 2006

 

– Dunia semakin tidak tahan menghadapi sikap-sikap Amerika Serikat. Konferensi Gerakan Nonblok (GNB) dan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) sangat jelas menggambarkan cetusan hati para pemimpin dunia, walaupun yang secara eksplisit menyampaikan sikap kerasnya hanya Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan Presiden Venezuela Hugo Chavez. Kalau dalam GNB Chavez menggalang dukungan bagi proyek nuklir Iran, dan pada forum tersebut mengemuka tudingan negeri adidaya itu melakukan terorisme negara bersama-sama Israel, pernyataan lebih keras disampaikan dalam MU PBB. Dalam pidatonya dia menyebut Presiden George Walker Bush sebagai “tiran, iblis, dan pembohong”.

– Sebenarnya tidaklah mengejutkan suasana saling menyerang lewat pernyataan seperti itu, karena Bush pun beberapa kali menyebut sejumlah negara sebagai “poros kejahatan”. Jauh sebelum ini, tekanan-tekanan Bush terhadap Iran dan negara-negara yang dituding berada di balik terorisme internasional juga sangat keras dan sensitif. Sebaliknya, di kawasan Timur Tengah, Amerika sering disebut sebagai “syaithon kabir” atau si setan besar. Nuansa sidang MU PBB secara nyata memberi gambaran keinginan masyarakat internasional agar AS mau mengevaluasi kebijakan luar negerinya, karena secara terbuka diketahui sepak terjang Washington atas nama apa pun pada hakikatnya bertujuan mengontrol minyak dunia.

– Tatanan dunia tidak akan serta-merta berubah menjadi seimbang dan tenang dengan perang kata-kata seperti itu. Bahkan boleh jadi menciptakan ketegangan baru. Namun suatu poros aliansi negara-negara yang secara prinsip berani berbeda sikap dari Amerika rasanya memang diperlukan. Bukankah berakhirnya Perang Dingin justru menciptakan hegemoni Amerika yang tanpa kontrol? Hugo Chavez melukiskan komentarnya tentang pidato Bush dengan kalimat verbal yang sebenarnya mengandung kebenaran, “Sebagai juru bicara imperialisme, dia datang untuk membagi obat ajaibnya, berupaya mempertahankan pola dominasi, eksploitasi yang ada saat ini, dan perampasan terhadap masyarakat dunia”.

– Kekisruhan yang terjadi di Irak, kehancuran Afghanistan, juga konflik tak kunjung padam antara Palestina dan Israel, semuanya tak terlepas dari andil Washington. Justifikasi invasi ke Irak sudah terbongkar sebagai sebuah kebohongan karena sesungguhnya hanya bagian dari aktualisasi visi Bush mengenai Timur Tengah. “Ekspor demokrasi” malah membawa kehancuran situs-situs peradaban Islam dan perang saudara di Negeri 1001 Malam itu. Makna demokrasi pun hanya dilihat dari konteks kepentingan Amerika, bukan bagaimana kearifan lokal berbicara. Sikapnya terhadap kemenangan Ahmadinejad dalam Pemilu Iran dan Hamas dalam pemilu Palestina menunjukkan secara jelas visi menata Timur Tengah sesuai dengan seleranya.

– Apa sebenarnya arti dari suatu hegemoni lewat pola keadidayaan? Yang terjadi adalah penderitaan karena tekanan-tekanan dalam hubungan yang tidak setara. Negara-negara yang lain hanya merupakan subordinat bagi kepentingan Amerika. Embargo menjadi senjata, dan serangan militer dipilih sebagai solusi. Media internasional dijadikan ujung tombak pemenangan opini. Chavez meminta rakyat Amerika untuk tidak menggantungkan pedang di atas kepala lawan-lawannya. Dalam tatanan dunia yang seolah-olah harus direstui oleh Washington, harga sebuah kedaulatan pun dipertaruhkan. Di sini berbicara faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, bahkan ideologi yang dipaksa untuk mengikuti selera kebijakan AS.

– “Poros pengoreksi Amerika” tidak akan efektif tanpa kemauan PBB untuk lebih mandiri dari intervensi unilateral AS. Serangan ke Irak merupakan skandal yang sangat pahit karena badan dunia itu tidak mampu berbuat apa pun. Dalih yang tak terbukti dan hanya didasari kebohongan, sejauh ini tidak mampu menyeret siapa pun yang terlibat ke Mahkamah Internasional. Padahal invasi tersebut secara nyata menimbulkan kerusakan tatanan masyarakat dalam sebuah negara. Kehancuran ekonomi, sosial, politik, dan kebanggaan terhadap simbol-simbol peradabannya, baik secara fisik, psikologis, maupun ideologis. PBB mesti terbuka untuk merespons “keluhan” para pemimpin seperti Ahmadinejad dan Chavez.

Negara dalam Negara

Media Indonesia, Senin, 25 September 2006
AMENDEMEN konstitusi telah membawa banyak perubahan demi tegaknya negara yang demokratis. Namun dalam perjalanannya, amendemen itu juga melahirkan lembaga negara yang kebablasan, yang justru menggerogoti konstitusi itu sendiri. Lembaga negara itu adalah Mahkamah Konstitusi.

Kritik mutakhir yang keras dan pedas disuarakan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi. Bahkan, dia menilai Mahkamah Konstitusi seperti negara dalam negara.

Muladi mengambil contoh yang dilihatnya sendiri saat menghadiri pelantikan Prof Dr Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru. Jimly mengucapkan sumpah sendiri dan juga menandatangani sendiri surat keputusan untuk dirinya sendiri. Presiden dan Wakil Presiden yang hadir di situ menjadi ‘penonton’ atas adegan yang ‘monolog’.

“Ini negara apa? Mahkamah Agung pun yang melantik itu kan kepala negara,” kata Muladi.

Contoh lain adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi hakim seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, karena dinilai bertentangan dengan konstitusi. Padahal, selain berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, justru konstitusilah yang memberi Komisi Yudisial wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Fakta lain harus dikemukakan, keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai Komisi Yudisial itu diambil bulat suara, tanpa dissenting opinion. Padahal sebelumnya jelas ada hakim konstitusi yang juga Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berpendapat bahwa Komisi Yudisial diadakan guna turut membangun dan menciptakan badan peradilan yang bersih dan tepercaya. Namun, pendapat yang telah dipublikasikan itu anehnya lenyap begitu saja justru ketika Komisi Yudisial diadili di tangan Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menunjukkan buruknya konsistensi hakim konstitusi.

Bukti lain, Mahkamah Konstitusi berani melangkahi wewenang yang diberikan undang-undang. Pasal 50 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah yang diundangkan setelah amendemen UUD 1945. Tapi, Mahkamah Konstitusi mengesampingkannya, dan menyatakan pasal itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah Konstitusi yang ‘semau gue‘ itu sangat berbahaya karena keputusannya bersifat final dan harus diterima sebagai kebenaran mutlak.

Kritik yang dilontarkan Muladi mengandung kebenaran yang mestinya menjadi perhatian serius MPR dan DPR agar tidak terlalu lama membiarkan negara di dalam negara. Sebuah gambaran yang terlalu seram untuk dibiarkan menjadi kenyataan yang berlarut-larut.

PBB Jangan Diam Merespons Aspirasi Anti-Amerika

Suara Merdeka, Senin, 25 September 2006

– Dunia semakin tidak tahan menghadapi sikap-sikap Amerika Serikat. Konferensi Gerakan Nonblok (GNB) dan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) sangat jelas menggambarkan cetusan hati para pemimpin dunia, walaupun yang secara eksplisit menyampaikan sikap kerasnya hanya Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan Presiden Venezuela Hugo Chavez. Kalau dalam GNB Chavez menggalang dukungan bagi proyek nuklir Iran, dan pada forum tersebut mengemuka tudingan negeri adidaya itu melakukan terorisme negara bersama-sama Israel, pernyataan lebih keras disampaikan dalam MU PBB. Dalam pidatonya dia menyebut Presiden George Walker Bush sebagai “tiran, iblis, dan pembohong”.

– Sebenarnya tidaklah mengejutkan suasana saling menyerang lewat pernyataan seperti itu, karena Bush pun beberapa kali menyebut sejumlah negara sebagai “poros kejahatan”. Jauh sebelum ini, tekanan-tekanan Bush terhadap Iran dan negara-negara yang dituding berada di balik terorisme internasional juga sangat keras dan sensitif. Sebaliknya, di kawasan Timur Tengah, Amerika sering disebut sebagai “syaithon kabir” atau si setan besar. Nuansa sidang MU PBB secara nyata memberi gambaran keinginan masyarakat internasional agar AS mau mengevaluasi kebijakan luar negerinya, karena secara terbuka diketahui sepak terjang Washington atas nama apa pun pada hakikatnya bertujuan mengontrol minyak dunia.

– Tatanan dunia tidak akan serta-merta berubah menjadi seimbang dan tenang dengan perang kata-kata seperti itu. Bahkan boleh jadi menciptakan ketegangan baru. Namun suatu poros aliansi negara-negara yang secara prinsip berani berbeda sikap dari Amerika rasanya memang diperlukan. Bukankah berakhirnya Perang Dingin justru menciptakan hegemoni Amerika yang tanpa kontrol? Hugo Chavez melukiskan komentarnya tentang pidato Bush dengan kalimat verbal yang sebenarnya mengandung kebenaran, “Sebagai juru bicara imperialisme, dia datang untuk membagi obat ajaibnya, berupaya mempertahankan pola dominasi, eksploitasi yang ada saat ini, dan perampasan terhadap masyarakat dunia”.

– Kekisruhan yang terjadi di Irak, kehancuran Afghanistan, juga konflik tak kunjung padam antara Palestina dan Israel, semuanya tak terlepas dari andil Washington. Justifikasi invasi ke Irak sudah terbongkar sebagai sebuah kebohongan karena sesungguhnya hanya bagian dari aktualisasi visi Bush mengenai Timur Tengah. “Ekspor demokrasi” malah membawa kehancuran situs-situs peradaban Islam dan perang saudara di Negeri 1001 Malam itu. Makna demokrasi pun hanya dilihat dari konteks kepentingan Amerika, bukan bagaimana kearifan lokal berbicara. Sikapnya terhadap kemenangan Ahmadinejad dalam Pemilu Iran dan Hamas dalam pemilu Palestina menunjukkan secara jelas visi menata Timur Tengah sesuai dengan seleranya.

– Apa sebenarnya arti dari suatu hegemoni lewat pola keadidayaan? Yang terjadi adalah penderitaan karena tekanan-tekanan dalam hubungan yang tidak setara. Negara-negara yang lain hanya merupakan subordinat bagi kepentingan Amerika. Embargo menjadi senjata, dan serangan militer dipilih sebagai solusi. Media internasional dijadikan ujung tombak pemenangan opini. Chavez meminta rakyat Amerika untuk tidak menggantungkan pedang di atas kepala lawan-lawannya. Dalam tatanan dunia yang seolah-olah harus direstui oleh Washington, harga sebuah kedaulatan pun dipertaruhkan. Di sini berbicara faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, bahkan ideologi yang dipaksa untuk mengikuti selera kebijakan AS.

– “Poros pengoreksi Amerika” tidak akan efektif tanpa kemauan PBB untuk lebih mandiri dari intervensi unilateral AS. Serangan ke Irak merupakan skandal yang sangat pahit karena badan dunia itu tidak mampu berbuat apa pun. Dalih yang tak terbukti dan hanya didasari kebohongan, sejauh ini tidak mampu menyeret siapa pun yang terlibat ke Mahkamah Internasional. Padahal invasi tersebut secara nyata menimbulkan kerusakan tatanan masyarakat dalam sebuah negara. Kehancuran ekonomi, sosial, politik, dan kebanggaan terhadap simbol-simbol peradabannya, baik secara fisik, psikologis, maupun ideologis. PBB mesti terbuka untuk merespons “keluhan” para pemimpin seperti Ahmadinejad dan Chavez.

Kerusuhan Memprotes Eksekusi Tibo

Kompas, Senin, 25 September 2006

Eksekusi terpidana mati Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva di Palu membangkitkan protes yang disertai perusakan di Atambua dan Maumere.

Ketiga terpidana mati berasal dari daerah itu. Massa yang rusuh sempat merusak kantor kejaksaan, lembaga pemasyarakatan, dan Gedung DPRD. Kerusuhan dapat dihentikan dan dikendalikan berkat tindakan Polri yang dibantu TNI serta kesadaran masyarakat.

Keputusan Pengadilan Negeri Palu menjatuhkan hukuman mati terhadap ketiga terdakwa dalam kasus kerusuhan Palu yang bernuansa SARA beberapa tahun lalu itu menimbulkan kontroversi. Pengadilan, dan karena itu juga pemerintah, setelah mempertimbangkan masak-masak berpendapat keputusan pengadilan itu sah dan adil. Karena permintaan grasi ditolak, setelah ditunda beberapa kali, akhirnya keputusan dilaksanakan. Sebagian masyarakat berpendapat, vonis mati oleh Pengadilan Negeri Palu tidak adil karena sekurang-kurangnya ada beberapa orang lain yang dianggap lebih bertanggung jawab tetapi justru tidak tersentuh hukum.

Pertimbangan dan tindakan pemerintah menundanunda eksekusi berbuah ganda. Di satu pihak penundaan menunjukkan sikap hati-hati pemerintah serta seriusnya mempertimbangkan hukuman mati yang di forum dunia memang menuai pro-kontra, apakah masih sesuai dengan martabat kemanusiaan. Namun, penundaan juga bisa dan rupanya dalam kasus Tibo ikut menimbulkan tanggapan di kalangan sebagian masyarakat bahwa keraguan itu karena pemerintah juga tidak atau belum sepenuhnya yakin atas adilnya keputusan.

Situasi yang berkembang sebagai kasus yang dilematis itu berlangsung dalam kondisi masyarakat bangsa kita yang sedang cenderung serba sensitif dalam hal-hal yang menyangkut perikehidupan kita bersama sebagai bangsa yang bermasyarakat majemuk. Persoalan daerah, suku, ras, serta agama sedang mencair. Perkembangan itu tidak pula lepas dari berlangsungnya pola dan nilai-nilai reformasi prodemokrasi dan hak-hak asasi dalam upaya menegakkan dan menghormati martabat manusia yang sekaligus berinteraksi dengan hak-hak kebutuhan pokok sosial, ekonomi, dan budaya.

Dihadapkan pada kondisi transisi semacam itu, sebaiknya pemikiran, pendekatan, dan sikap kita bersama, pemerintah, masyarakat madani, dan masyarakat luas, agar pula mampu bukan sekadar mengambil arus baru dari luar, tetapi menumbuhkan arus baru itu dalam interaksi serta dalam kerangka referensi dengan jati diri dan sikap bangsa bermasyarakat majemuk yang komprehensif termasuk dalam memahami faham kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Tanpa sekaligus menempatkan beragam gerakan dan pembaruan itu dalam realitas masyarakat bangsa berikut kerangka referensi dasarnya yang telah kita sepakati bersama, pengalaman kita terbentur-bentur dan proses kita mencair bisa lebih serius.

Berpulang pada pengalaman kasus Tibo Cs dan aksireaksinya, amatlah menentukan berlangsungnya proses serta keputusan lembaga pengadilan yang benar dan adil. Kita ambil pelajarannya, jangan dibiarkan berlarut.


Blog Stats

  • 849.171 hits
September 2006
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930  

Top Posts

Ranks….

AeroCloud Topsites List

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

Blogarama - The Blog Directory

RSS TEMPO Interaktif

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS KOMPAS

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS VOA Politik

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.